CHICHA KOESWOYO, 16, sedang menulis catatan harian ketika gudang peluru di Cilandak
meledak, pekan lalu.
Masih mengenakan celana pendek dan kaus oblong, ia naik ke loteng rumahnya di Jalan H. Nawi, Cilandak, sekitar tiga kilometer dari pusat ledakan. "Wow, bagus sekali, seperti kembang api," kata Chicha.
Tiba-tiba ia kaget melihat ke bawah. Pembantunya kemudian mengatakan, orang
sedang panik dan sebagian mengungsi. Penyanyi yang meningkat remaja ini
mengambil inisiatif, menyelamatkan dokumen-dokumen penting milik ayahnya, ke
dalam kopor. Sebuah peluru menghantam tembok belakang garasi rumahnya yang
bersebelahan dengan kamar Chicha.
Peluru itu kemudian menghantam rak yang
berisi jutaan pucuk surat penggemar Chicha. Surat itu berhamburan, tetapi
raknya rupanya berhasil menghentikan peluru sehingga tidak menghantam tubuh
Chicha yang sedang tiarap.
Pada malam ledakan itu, beberapa menit setelah dua
peluru singgah di rumahnya, Chicha serta adik dan ibunya mengungsi ke studionya
di Kebayoran. Rumah yang hancur itu akan dirobohkan. "Papa mau bikin rumah
baru di sana, sekalian dengan prasasti peringatan kejatuhan peluru," kata
Chicha di tempat pengungsian.
(Tempo, 10 November 1984)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar